Seorang lelaki menutup pintu perlahan. Kini ia berjalan menuju ruang tengah. Dimana sofa berwarna abu terletak dibalik jendela dan sebuah pintu geser yang berdampingan. Tas slempang yang dibawanya ia letakkan di atas meja kotak didepan sofa. Sambil membuka kedua kancing atasnya, ia menoleh ke luar jendela. Menatap langit orange dengan hiasan semburat ungu. Ia menghela nafas kemudian berjalan menuju daput yang tak jauh dari sana. Mengambil panci dan mengisinya dengan air dari kran. Sudah dengan itu, ia meletakkannya diatas kompor dan menyalakan api.
"Abang kapan datang ?" ujar seorang Wanita muncul dari balik dinding dan berdiri di seberang table top dapur.
"Ahh, kamu. Barusan sihh" jawab Si Lelaki sambil membuka laci gantung mengambil beberapa toples.
Si Wanita memangku dagu menatap kakaknya, "Bikin apa ?"
"Kepikiran kopi sihh. Kamu mau ?"
Si Wanita menggeleng, "Kalo yang lain boleh"
"Cucu coklat ??" ujar Si Lelaki sambil tersenyum dan menunjukkan sebuah toples berisi serbuk berwarna coklat yang baru ia keluarkan dari lemari yang sama.
Si Wanita tertawa, "Sok imutttt"
Si Lelaki ikut tertawa, "Yaudah, susu coklat ya ?"
Si Wanita mengangguk.
"Ku panasin dulu susu plainnya setelah bikin kopi" lanjut si lelaki sambil menuang bubuk kopi di gelasnya dan bubuk coklat di.
"Iyaaaaaa"
"Oiya, di dalam tas ada coklat batang. Bayaranmu bulan Juli"
Si Wanita langsung melangkah ke arah tas kakaknya dan membukanya. Mencari barang yang kakaknya ucapkan tadi. Setelah ia menemukannya ia duduk di sofa.
"Dua batang ?" tanya Si Wanita.
Si lelaki yang sedang menuang air panas yang baru mendidih menoleh. "Kurang ?"
Si Wanita menggeleng, "Kebanyakan"
Suara denting gelas teedengar lembut, "Haha, kok bisa ?"
"Karena tidak bulan lalu gak sama seperti Juni"
"Kenapa kalo bedanya apa ?"
"Wuuu jauh. Kalo Juni kerja keras. Bukan kemarin gak begitu. Aku banyak menganggur dan tidak sampai harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjagamu"
Ctekkk!! Suara kompor kembali terdengar. Kini Si Lelaki memanaskan susu. Dan berjalan menjauhi kompor. "Aku ganti baju dulu" ucapnya sambil melangkah ke kamar.
Tak butuh waktu lama Sang Kakak sudah kembali ke dapur dengan pakaian yang lebih santai. Bertepatan dengan itu, gelembung gelembung kecil mulai nampak dari susu yang tadi dipanaskan. Si Lelaki menatapnya dan menunggu hingga lumayan mendidih sambil mencoba menguncir separuh rambut kepalanya kebelakang. Si Wanita mulai membuka bungkus coklat yang tadi sempat ia diamkan. Kemudian ia berjalan ke area belakang sofa yang berhadapan langsung dengan sebuah jendela besar. Memakan satu gihitan coklatnya.
"Langitnya bagus" ucapnya.
Si Lelaki yang sedang mengaduk pelan susu coklat adiknya menoleh sejenak, "Memang. Tadi aku juga menggumamkan hal yang sama". Si Lelaki menaruh sendok kecil yang digunakan untuk mengaduk ke wastafel. Lalu ia membawa kedua gelas tadi dan menaruhnya di meja yang berada didepan sofa. Tasnya dipindahkan kelantai dan Si Lelaki menarik sedikit meja mejauh dari sofa memberi jarak meja dengan sofa. Ia berjalan memutar sedikit dan ia duduk dilantai. Menyandarkan punggungnya di bagian kaki sofa. Kepalanya menengadah keatas berbantal dudukan sofa. Ia dapat melihat punggung adiknya yang kemudian Si Wanita berbalik kemudian menatapnya.
"Ngapain duduk disitu ?" tanya adiknya sambil mengunyah.
"Gak ada"
"Alasan apa itu" Si Wanita bergerak berpindah tempat.
Saat adiknya akan duduk di sofa, Si Lelaki mengangkat kepalanya. Kemudian membetulkan kunciran rambut belakang yang berantakan gara gara ulahnya sendiri.
"Nih! Aaaaaaaa" ucap Si Wanita sambil menyodorkan sepotong coklat kepada kakaknya.
Kakaknya menoleh dan mengerti maksudnya ia membuka mulutnya dan memakan coklat yang diberikan Si Wanita.
"Padahal itu buat kamu. Karena sudah berusaha keras" ujar Si Lelaki sambil mengunyah.
"Usahamu lebih keras, bang"
"Lalu apa yang kamu pikirkan. Sedari tadi siang ?"
"Banyak"
"Over over thinking"
"Kamu ?"
"Sama"
Mereka tertawa kecil. Si Wanita kemudian mencoba menjulurkan tangannya mencoba meraih sesuatu. Mata kakaknya mencoba melihat arah juluran tangannya. Kemudian diraihnya gelas susu coklat untuk didekatkan ke adiknya.
"Makasih banyak" ucap adiknya sambil tertawa kecil saat berhasil meraih gagang gelasnya.
"Bilang dong, malah diem bae" ujar kakaknya sok sewot.
Adiknya meniup sejenak susu coklat yang masih mengepulkan asap tipis kemudian meminumnya sedikit. Kemudian tertawa kecil. "Masih peka ternyata" tanggapnya keudian memasukkan sisa coklat batang kedalam susu coklatnya.
Si Lelaki memutar matanya malas, "Awas kena diabetes dini" ucap Si Lelaki setelah melihat adiknya memasukkan coklat.
"Kurang ajar!" ujar Si Wanita sewot sambil mendorong pundak kanan kakaknya. Kakaknya hanya tertawa. "Kita butuh sumber energi. Gula termasuk sumber energi"
"Dengan makan kurang kah ?"
"Aku baru menyadari, pikiran kita bekerja berpuluh puluh kali lipat lebih keras dari sebelumnya" jawab Si Wanita sambil menaruh kebali gelasnya.
Si Lelaki tersenyum. "Jadi kamu yang menyeimbangkannya ?" tanyanya kemudian.
Si Wanita tak segera menjawab. Ia menggeser duduknya hingga berada di belakang kakaknya. Kakaknya tak merespon hanya memberi sedikit ruang untuk kaki adiknya. Si Wanita mengelus kepala kakaknya beberapa kali. Kemudian ia membungkuk menjulurkan kedua tangannya meligkar di leher kakaknya dan menopang kepalanya yang ia miringkan menggunakan kepala kakaknya.
"Iyalah" ujar Si Wanita.
"Harus ya ? Padahal untuk satu hal saja, miring sedikit bentar aja"
Si Wanita mencoba menggeleng pelan dengan pipi yang menenmpel di rambut atas kakaknya. "Takut kebablasan. Ini aja sebenernya udah miring dikit kan ?"
"Iya sih"
"Kamu sudah berusaha terlalu keras kak. Sekalipun aku gak tahu itu hal yang benar atau tidak. Dan sekarang kamu sedang kehabisan opsi. Membuatmu menyiksa dirimu lagi"
"Kamu mengincar MVP untuk beberapa bulan ini ya ?"
Si Wanita terkekeh dan mengangkat kepalanya, "Enggak yaaa"
"Lalu ?"
"Kan kamu sudah bilang kan. Kalo aku mencoba menyeimbangkan"
"Oke oke"
"Lalu apa yang akan kamu lakukan ? Untuk melampiaskan ?"
"Aku gak tau"
"Hmmmm"
"Beneran aku gak tau"
"Ya aku percaya. Aku juga tidak bisa melihat apa-apa didalam ini" ucap Si Wanita mengetuk pelan kepala kakaknya dengan telunjuknya beberapa kali.
"Hehe, aku salut. Kamu bisa bertahan beberapa waktu ini" ujar Si Lelaki sambil meraih kopinya dan menyeruputnya sedikit lalu menaruhnya kembali.
Si Wanita menarik ujung bibir kirinya, kemudian ia menarik pelan karet yang digunakan kakaknya untuk menguncir rambut belakangnya. "Minta karet satu lagi" ujar sang Adik kepada kakaknya smabil menjulurkan tangan.
Sejenak kakaknys melirik telapak tangan adiknya. Lalu melepas satu karet gelang yang melingkar di salah satu pergelangan tangannya.
Hening beberapa detik. Kemudian tiba tiba tangan Si Wanita mulai menarik sebagian rambut kakaknya yang bagian depan keatas beberapa kali mencoba merapikan lalu menggenggamnya. Dilingkarkan secara erat berkali-kali kebagian rambutnyang ia genggam.
"Kamu apain ?" tanya Si Lelaki
"Kuncir lah"
"Biar apa ?"
Si Wanita tak segera menjawab. Sat sudah selesai dengan kesibukan ditangannya ia menjawab. "Biar sama"
Mendengar hal itu Si Lelaki mencoba melirik adiknya yang duduk di sofa belakang. Ia dapat melihat sebagian rambut depan Si Wanita juga terkuncir keatas. Hampir sama sepertinya.
Mereka tertawa kecil.
"Kamu itu ada-ada aja"
"Kamu juga. Cuma beda hal aja"
Mereka kembali terkekeh.
"Kak"
Si Lelaki menoleh"Hmmm ?"
"Ceritakan aku sesuatu"
"Tentang apa ?"
"Apapun"
"Kalo aku ga mau ?"
"Aku maksa"
"Kenapa ?"
"Karena kamu butuh"
Si Lelaki mengalihkan pandang ke arah meja. Tak lama ia menggeser sedikit gelas kopinya bersebelahan dengan susu coklat adiknya. Kemudian ia berputar untuk menghadap adiknya. ia menekuk lutut dan mememluknya, kepalanya sedikit mendongak supaya mata mereka bertemu. Si Wanita sudah memangku pipinya dengan kepalan tangannya dengan menumpukan siku diatas paha kanannya.
"Kumulai dengan permainan berbahaya yang sedang ku mainkan ya ?"
Si Wanita mengangguk.
No comments:
Post a Comment