Saturday 13 January 2024

Percakapan Si Kembar 27

 Suara alarm terdengar, menggugah seorang dari pejam malam panjangnya. Tangannya mergoh berbagai tempat disekitarnya. setelah menemukan handphone yang berbunyi, ia menarik dan segera mematikannya. Selesai, ia menjatuhkan lengan beserta handphone yang dipegang di sebelah badannya. Matanya mengerjap beberapa kali sambil melihat atap, mencoba membiasakan cahaya remang lampu tidur yang masih menyala dan masuk ke bola matanya. Beberapa detik kemudian ia menoleh ke arah kiri. Kosong. Seketika nyawanya langsung berkumpul. Lelaki yang biasa tidur bersamanya tidak ada. Perlahan ia mengangkat badannya ke posisi duduk. Masih dengan muka bantal ia mencoba berdiri dan meninggalkan kasur menuju ke ruang tengah.


Pintu kamar dibuka, ia melangkah keluar. Baru beberapa langkah ia bisa melihat seseorang sedang tidur di sofa panjang yang ada di ruang tengah.

"Sejak kapan pindahnya ?" pikirnya.

Ia melanjutkan langkah.

Masih dapat dilihat, beberapa barang berserakan di meja yang ada didepan sofa tempat kakaknya tidur. Si Wanita mengumbar pandang, di sisi lain terlihat gitar yang disenderkan di atas sebuah kursi kecil. Kemudian ia berjongkok menghadap muka kakaknya, memperhatikan wajah tidurnya dan suara lirih nafasnya dapat i dengar.

"Apa lagi yang membuatmu terjaga ?" gumam Si Wanita.

Ia segera mengubah posisi duduknya ke lantai dengan  menyenderkan punggungnya di kaki sofa. Tatapannya diumbar ke benda benda di atas meja.

"Buku, bolpoint, beberapa senar gitar berkarat, handphone, headset, asbak, rokok dan kopi" batinnya mengabsen benda-benda tersebut.

Seketika, tangannya mengarah ke cangkir kopi disana. Ia sedikit kaget saat seluruh ujung telapak jari kanannya menyentuh badan cangkir kopi tersebut. Itu masih terasa hangat. Ditariknya cangkir tersebut menuju bibirnya, kemudian menyesapnya. Dahinya mengkerut.

"Pahit !!" pekiknya lirih kemudian menaruh kembali minuman tersebut. "Bukankah berarti kamu masih belum lama membuatnya, kak ?" gumamnya sambil menoleh ke wajah Si Lelaki.

Tak ada jawaban, Si Lelaki masih pulas terpejam.

Dengan berbagai tanya dalam pikirannya, ada sebuah pikiran asing yang menimpa pikirannya. Matanya terbelalak sebentar kamudian berubah dengan sorot mata keheranan lagi.

"Terjaga menjadi hal yang menakutkan ?" gumamnya. "Bukankah kita lebih menginginkan dan suka untuk terjaga ?" tanyanya lagi dalam hati.

Masih dalam tanya yang belum ditemukan jawabannya, matanya tiba tiba tertuju ke satu buku disana. Sebenarnya, itu buku Si Wanita dan seingatnya ia menaruhnya di salah satu rak buku di rumah mereka. Tapi, buku itu berpindah tempat di meja. Berarti, Si Lelaki yang membawanya kesana saat Si Wanita masih tidur.

Si Wanita lalu membuka satu persatu lembar buku tersebut, masih berisikan tulisannya. Berbagai hal yang ia tuliskan. Hingga akhirnya ia berhenti di halaman terakhir.

Ada tulisan yang bukan tulisan tangannya.


xx-xxxxxxx-xxxx

Aku tidak mau lupa
Aku tidak mau terbiasa
Karena kedua hal tersebut sama
Tapi, jika seperti itu bagaimana dengan selanjutnya ?
Pikiran bisa teralihkan
Di dalam jiwa raga sudah tertanam
Kita dihadapkan dengan kenyataan
Apa aku harus kembali berjalan ?
Ada sebuah tujuan dengan perayaan
Berisikan warna dan gemilang
Sebelum kemudian berpindah untuk pulang
Dulu...
Aku sudah sering tersesat karena lama berjalan
Lalu, bertemu dengannya dan mengajarkanku untuk menari
Lambat laun, aku memutuskan untuk berlari
Menghadirkan gelap dan membuatku memutari ambisi
Namun ku hanya ingin meraki
Kini terjaga sungguh menakutkan
Memaksa pikiran berkelana mengingat durja
Meminta derai yang jelas menambah lara
Membuatnya merindukan yazma
Ditengah gulita senandika ini, bagaimana aku harus merayakan ?
Hanya untuk menjaga kegilaan
Sebuah ego membajak pikiran
Menginginkan kilau dari satu bintang
.


Si Wanita menarik ke belakang kepalanya hngga terjatuh di tepian sofa bersandingan dengan perut Si Lelaki yang kembang kempis seirama dengan hembusan nafasnya. Dengan posisi punggungnya masih bersandar, ia menatap langit-langit disana. Sepintas pandangan langit langitnya tertumpuk dengan rangkaian adegan. Tidak begitu jelas, tapi cukup untuk bisa memahami adegannya. Cahaya matahari perlahan menyinari.

"Kamu mengambil bagianku lagi" ucapnya kemudian mengangkat kepalanya. "Lumayan lagi!?!?" tambahnya dengan nada kesal sambil menepuk paha kakaknya.

Si Lelaki sedikit kaget kemudian dapat dilihat matanya terbuka. Dengan wajah bantal dan dahi yang mengernyit Si Lelaki menatap adiknya.

"Ha ? Sejak kapan kamu disini ?" tanya Si Lelaki  sambil mencoba duduk dari posisinya. Jiwanya masih belum terkumpul.

Si Wanita beranjak duduk disamping kakaknya. "Tidur jam berapa ?" tanya Si Wanita.

Masih dalam proses mengumpulkan jiwa, Si Lelaki meraih cangkir kopinya, "Entah" jawabnya kemudian mengarahkan cangkir kopi ke mulutnya.

Gerakannya berhenti. Tertahan oleh tangan adiknya.

"Aku aja yang ngabisin" ujar Si Wanita.

"Tapi ini pahit"

"Lalu ?"

"Pake banget"

"Aku tahu"

"Kentel. Pake banget juga"

"Gak usah ngeyel"

Si Lelaki diam menatap wanita disebelahnya. Tatapannya cukup serius. Ia tak melawan dan menaruhnya kembali. Kemudian bersandar ke punggung sofa.

Si Wanita menyesap lagi kopi kakaknya, Si Lelaki tersenyum saat melihat respon adiknya setelah meminum kopinya.

"Kan sudah kubilang" ucap Si Lelaki

Si Wanita menaruh cangkirnya lagi. "Bising" tanggapnya.

Kemudian ia menggeser duduknya mendekati tepian sofa. Dilanjut dengan meraih kepala kakaknya, menariknya kearah pangkuannya.

"Tidurlah lagi" ujarnya.

"Tadi dibangunin"

"Soalnya kamu memimpikan sesuatu kan ?"

Si Lelaki diam.

"Aku paham, tapi kalau dilanjut....." ucapan Si Wanita terhenti.

"Sudahlah. Tenang" ucap Si Lelaki

Si Wanita melihat kakaknya. Di elus lembut kepalanya, mencoba memberikan rasa nyaman.

"Mau healing ?" tanya Si Lelaki sesaat setelah memejamkan mata.

"Kemana ?"

"Aku melihat pasir dan ombak"

"Kapan ?"

"Secepatnya"

Mata Si Wanita menerawang langit-langit. "Cat Air masih ada ?" tanya Si Wanita.

"Masih. Pake aja"

"Ok"

Hening sejenak.

"Berusahalah mengejarku juga dalam jalurku" ucap Si Lelaki tiba-tiba.

"Hm ?"

"Karena aku juga berusaha mengejarmu dalam jalurmu" lanjut Si Lelaki.

"Ketika kita sama-sama bisa mengejar ?"

"Kita akan benar benar benar benar benar benar bersama" jawab Si Lelaki sambil tersebyum

Si Wanita tersenyum mendengarnya tangannya masih mengelus lembut kepela kakaknya. Tak butuh waktu lama, dapat dirasakan kakaknya sudah tertidur.

"Amin. Sekarang menarilah karena aku sudah berada disampingmu"


No comments:

Post a Comment