Sebuah guncangan kecil membangunkan seorang pria bertopi dari tidurnya. Matanya mengerjap beberapa kali berusaha mengembalikan kesadarannya. Ia melirik kebawah memastikan tas kecilnya masih ada di pangkuannya. Sedetik kemudian ia melempar pandang ke arah jendela dikanannya, gelap. Ia tak tahu sudah sampai mana kereta yang dinaiki membawanya. Ia merogoh kedalam saku jaket bagian dalam mengeluarkan handphonenya.
"Sebentar lagi sampai" pikirnya.
Kemudian ia mengeluarkan earphone yang ada didalam tas kecil bawaannya. Menyambungkannya ke handphone kemudian memasang earpicenya ke kedua telinganya. Musik diputar.
"Bahkan aku lupa kapan terakhir aku menyimpan lagu ini kemudian menghapusnya. Tapi sekarang aku menyimpannya lagi" pikirnya lagi.
Rasa kantuknya hilang, ia memangku kepalanya dengan tangan kanan sambil melihat ke kegelapan malam diluar jendela kereta. Ia melamunkan berbagai hal. Sedetik rasa sesak hadir didadanya bersamaan dengan suara anouncer dari dalam kereta mengumumkan bahwa stasiun tujuannya sudah dekat. Si Lelaki yang mendengarnya ditengah suara lagu dari earphonenya segera berdiri dan mengambil tas carrier miliknya yang dia taruh tepat di atas tempat ia duduk.
******
Sebuah nama dipanggil oleh seorang pria berumur dua puluhan. Dengan kemeja berwana cream, celemek berwarna coklat dan sebuah topi chef kecil dikepalanya. Aku yang sebelumnya menatap layar handphone melihat riwayat chat dengan seseorang yang masih centang satu sejak 6 jam lalu ku kirim segera menghampirinya.
"Coklat Special regular size ? Dan dua donat coklat" tanyanya ramah.
Aku mengangguk sambil menerima bungkusan yang diarahkan padaku, "Terima Kasih" ucapku.
Aku kembali kearah tempat dudukku tadi. Berniat mengambil koper yang sebelumnya ku taruh didekatku duduk menunggu pesananku. Sejenak aku terdiam, ada rasa aneh dan membuatku memutuskan untuk melihat kembali riawayat chat tadi. "Masih sama" batinku.
Kuraih gagang koperku dan mulai menariknya keluar menuju ruang tunggu.
Sambil berjalan menyusuri peron yang cukup sepi, aku menghirup perlahan es coklat yang baru ku beli.
"Masih 30 menit lagi sebelum keretaku datang" gumamku.
Aku mengambil tempat duduk kosong yang menghadap tepat kearah pintu masuk setelah tempat check in tiket. Sebenarnya lokasinya tidak dekat dengan jalur keretaku datang tapi aku punya harapan dengan duduk disini.
Sejenak, aku teringat percakapan terakhir kami sebelum memutuskan untuk memgambil jalan masing-masing.
"Apa gak bisa bareng aja ?" ujarku.
"Bisa...." jawabnya dengan nada menggantung.
"Tapi ?"
"Sepertinya akan sulit, melihat dunianya berbeda" jawabnya sambil menekan putung rokoknya ke asbak.
Aku diam.
"Kamu tahu dek ? Dua jalan yang memisahkan kita akan menyatukan kita ke jalan yang sama lagi" lanjutnya.
"Kamu yakin ?"
Dia mengangguk sambil tersenyum.
Lamunanku buyar karena suara lonceng tanda sebuah kereta akan datang. Suara peringatan untuk menjaga jarak dari salah satu jalur kereta diulang sebanyak 3 kali. Itu bukan keretaku. Seingatku, keretaku datang setelah kereta itu. Tak butuh lama, kereta datang dan orang orang mulai turun dari dalam kereta lalu menuju pintu keluar. Aku kembali mengecek handphone. Masih sama. Kemudian ku keluarkan wireless earphoneku namun aku sedikit mengumpat dalam hati. Baterainya habis.
Masih 20 menit lagi selama tidak ngaret. Disaat yang bersamaan banyak orang memasuki daerah ruang tunggu dari pintu masuk check in tiket. Mataku tiba tiba merubah fokus kearah tempat tersebut. Memperhatikan kerumunan yang masuk satu persatu sambil menggenggam handphone ditangan kananku.
Iya.
Aku masih beraharap.
Setelah beberapa menit dan kerumunan berkurang aku menghela nafas. Karena tidak mendapatkan ekspektasiku. Kuraih es coklatku lagi dan menyeruputnya pelan. Seketika setelahnya, aku kembali menaruh es tersebut dengan cepat di bangku kosong sebelahku. Pikiranku tidak yakin. Tapi tubuhku beranjak dari kursi dan melangkan menuju kearah keramaian yang mulai memudar tadi. Jalan cepat perlahan berganti menjadi lari. Menghampiri seseorang memanggul tas gunung dengan earphone ditelinga yang sedang berdiri menatap sebuah kertas ditangannya.
Aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi aku mempercayai insting tubuhku. Saat sudah memangkas jarak yang lumayan banyak, aku memberanikan diri mengeluarkan suara dengan volume yang sekiranya dapat didengarnya , "Abang !!"
Kulihat ia mencoba sedikit berbalik, entah karena benar ia lelaki yang kuharapkan atau hanya reflek karena sebuah suara random. Tapi, belum sepenuhnya ia berbalik, aku sudah dekat dan memeluknya. Sangat erat.
Setelah aku memeluknya aku yakin.
Sangat yakin.
Ia lelaki yang kuharapkan dari tadi.
Lelaki yang kukirimi chat tapi masih centang satu dari terakhir ku lihat.
Lelaki yang memutuskan kami untuk memilih jalan yang berbeda untuk kembali bersatu.
Beberapa detik hening.
"Jadi kamu disini ?" Si Lelaki memulai percakapan.
Aku mengangguk.
"Bukan aku tidak mau dipeluk, tapi ini masih di stasiun. Kalo sudah sampe, terserah aku mau kamu apain" tambahnya.
"Bener ?" tanyaku masih membenamkan muka ditubuhnya.
"Iya"
Aku melepas pelukanku dan mendongak melihat wajahnya.
Ia tersenyum, "Hai, kita ketemu lagi" ujarnya sambil mengelus kepalaku.
Aku membalas senyumannya sambil mengangguk.
No comments:
Post a Comment