Saturday, 12 April 2014

Cerita Bedah Buku 'Sang Patriot' Versi Saya

Jogjakarta, 13 April 2013


                Pukul setengah dua siang, dengan mengenakan kemeja korsa IKPMJ dengan daypack yang saya cangklong serta bercelana panjang saya keluar dari kama sambil menenteng sepasang sepatu di tangan kanan saya keluar dari kamar asrama saya. Melihat keadaan di luar yang ternyata melukiskan awan hitam di berbagai sisi langit jogja. Saya segera berharap untuk tidak hujan saat itu. Saya menuruni tangga dan menuju kamar salah satu penghuni di APJ (Asrama Putra Jember) untuk meminjam sepeda motornya. Ya, saat itu saya harus menghadiri sebuah acara Bedah Buku ‘Sang Patriot’ karya Irma Devita.
                Setelah berhasil mendapatkan kunci lengkap beserta motor dan STNK-nya saya segera bergegas menuju tempat acara yang harus saya hadiri. Sebuah hotel di jalan Sorosuta, Hotel Raditia. Di awal perjalanan saya terjebak macet saat memasuki jalan Gejayan, ada keramaian dan beberapa personil kepolisian di salah satu sisi jalan Gejayan. Saya mengambil kesimpulan jika mungkin saja telah terjadi kecelakaan. Saya tak begitu lama mempersalahkannya, saya hanya mencoba keluardari zona macet tersebut sesegera mungkin karena saya tidak ingin terlambat.
                Berbagai bang jo (lampu merah) sudah saya lewati, mencoba menuju lokasi acara secepat mungkin agar tidak terlambat. Hingga akhirnya saya berhasil mencapai lokasi, Hotel Raditia. Saya masuk dan mencari sebuah pendopo bernama Pendopo Mbah No. Awal saya masuk memang saya melihat sebuah pendopo tapi saya tidak melihat ada tulisan yang setidaknya bertuliskan ‘Mbah No’ untuk namanya. Akhirnya saya memutuskan untuk bertanya pada seseorang disana yang saya perkirakan adalah pegawai di hotel tersebut. Jawaban yang di berikan ternyata tidak membuat kebingungan saya minggat. Tetapi untunglah saya melihat ada sebuah banner besar yang terdapat tulisan ‘Sang Patriot’ dan hal tersebut membuat saya yakin saya berada di tempat yang benar. Saya parkir motor di dekat pendopo dan menuju musholla untuk menunaikan shalat ashar.
                Dalam menjalankan kewajiban agama saya berjamaah dengan dua orang lainnya. Seorang pria yang sebelumnya saya duga adalah Pak Azzet dan ternyata dugaan saya benar, lalu seorang lagi  adalah wanita yang di panggil Palupi. Yah, Mbak Palupi mengajak berkenalan saya saat sudah berada di pendopo dan berbincang – bincang sebentar. Di saat itu pula bertiga telah di datangi oleh empunya acara bedah buku yaitu Mbak Irma Devita sendiri dengan seorang pria berkacamata yang (jika tidak salah dengar) dipanggil Erik (dan ternyata nama panggilan sesungguhnya adalah Eru). Sayangnya saya masih belum sempat berbincang dengan Mas Eru. Tak lama setelahnya, kami duduk di pendopo dan menungu acara di mulai.
                Acara dimulai, MC sudah berdiri di depan menjadikannya point of interest dan memulai kalimat pertama untuk membuka acara. Pertama pembacaan doa dan kemudian di sambung oleh sambutan dari ketua panitia acara tersebut yang juga salah satu anggota dari komunitas Jogjakarta 1945. Jogjakarta 1945 sendiri merupakan sebuah komunitas pecinta sejarah di Bumi Gudeg ini. Kemudian, di lanjutkan pemutaran sebuah video teatrikal Serangan Umum 1 Maret yang di lakukan di Benteng Vederburg oleh 1945 dan di bantu dengan beberapa komunitas sejarah lainnya yang berasal dari luar kota.
                Masuk ke acara inti yaitu bedah buku ‘Sang Patriot Sebuah Epos Kepahlawanan’ oleh sang penulis Mbak Irma Devita. Mbak Ima menjelaskan bahwa buku yang saat itu tengah di bedah merupakan sebuah buku berjenis novel. Alasannya karena ingin bukunya dapat di baca oleh banyak kalangan, tidak hanya oleh para penyuka sejarah. Dia juga berharap dapat mengenalkan sosok Letkol Mochammad Sroedji yang di jadikan tokoh utama dan beberapa pahlawan lainnya kepada setiap golongan masyarakat.
                Mbak Irma juga menyampaikan jika pembuatan novel tersebut menghabiskan satu setengah tahun. Penulisan serta pencarian data di lakukan secara bersamaan. Dia juga menyatakan telah menghabiskan (jika tidak salah dengar) 28 buku sejarah dan survey kebeberapa kota di Indonesia hingga pergi ke luar negeri demi mendapatkan data untuk novel yang di buatnya.Karena memang novel yang di tulisnya berdasarkan dari kisah nyata dari Letkol Mochammad Sroedji. Oh, iya saya lupa mengatakan jika Mbak Irma Devita sendiri merupakan cucu dari tokoh utama novel yang ditulisnya. Dalam masa penulisan Mbak Irma mengatakan juga sering sekali dia menangis di karenakan terharu akan setiap certia yang akan di tuliskannya.
                Mbak Irma juga bercerita, bagaimana dulu ketika dia masih muda, dia sering mendapatkan cerita heroik akan sosok kakeknya. Cerita tersebut di dapatkannya dari neneknya, istri Letkol Mochammad Sroedji. Dia mengatakan juga sering sekali matanya di buat berarir akan setiap kisah yang di ceritakan neneknya, meski terkadang ada beberapa cerita yang sudah di ceritakan kepadanya. Hingga akhirnya dia mengucapkan sebuah janji kepada neneknya jika kelak dia akan menuliskan cerita tentang kakeknya. Dan akhirnya janji tersebut telah terlunasi dengan hadirnya novel yang di bedah di Pendopo Mbah No, Hotel Raditia, Jogjakarta pada tanggal 12 April 2014.
                Dalam acara tersebut sungguh saya mendapat wawasan yang banyak, saya mensyukurinya karena saya merasa termasuk orang dengan wawasan yang sempit. Banyak hal – hal baru yang saya dapatkan.  Bedah buku kemarin merupakan sebuah acara yang….. apa ya ? kalo pakai kata – katanya  Mas Lozz itu ‘Essip’. Hehe. Dan juga, Alhamdulillah saya mendapatkan nang – kenangan dari Mbak Irma yaitu novel yang saat itu baru saja di bedah plus tanda tangannya. Hehe. Padahal sejak awal saya mendengar kabar bahwa novel ‘Sang Patriot’ ini menceritakan tentang Pak Mochammad Sroedji saya sudah punya pikiran untuk membelinya, eh ternyata di kasih gratis sekaligus tanda tangannya.
                Saya ucapkan terima kasih banyak buat Mbak Irma atas kenang – kenangannya, saya sangat senang sekali. Untuk Empu-ne Panaongan, Mas Hakim dan Mbak Prit, Mas Lozz juga yang suka sekali menghujat saya dengan mengatai saya banyak gebetannya, padahal enggak, hehe, terima kasih sudah menginfokan acara tersebut kepada saya. Untuk Pak Azzet, Mbak Palupi, Mas Eru, Jogjakarta 1945 dan setiap orang yang berpartisipasi dalam acara bedah buku kemarin juga saya ucapkan terima kasih.

                Akhir dari tulisan saya meminta maaf jika para pembaca kebingungan dalam membaca isi tulisan ini maupun terdapat salah penulisan. Jujur saya sendiri bingung untuk menuliskannya di tambah juga saya masih belajar dalam hal lis – nulis. Di karenakan juga daya ingat saya merupakan daya ingat jangka pendek menuju sedang dalam kata lain ‘pelupa’. Hal yang saya catat juga kebanyakan berhubungan dengan isi novel, jika saya tuliskan takutnya tidak surprise saat membaca novelnya nanti. Semoga saja ada blogger lain yang dapat menuliskan acara kemarin lebih baik dari saya sehingga para pembaca bisa lebih jelas mengetahui tentang acara kemarin, selain itu juga dapat menambal hal long – bolong atau membenarkan kesalahan yang terdapat dalam tulisan saya. Di bawah ini akan saya post juga beberapa foto acara bedah buku kemarin yang saya dokumentasikan. Akhir kata maaf dan terima kasih.











9 comments:

  1. saya ijin nyuri satu poto soale tidak bawa kamera :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. monggo, mau nyuri semua juga gak apa - apa mas :D

      Delete
  2. Dam, itu bukan Erik.. tapi Eru :))
    Nama aslinya Ahmad Firdaus hehehe

    Senang berkenalan denganmu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, kalo begitu akan saya ganti secepatnya..
      makasih koreksinya ya mbak ;D

      Delete
  3. hahahhaha... aku aja diem aja kok mbak Phie :P

    ReplyDelete
  4. Asyik gaya bercerita sampean, Mas Adam, aku suka :)
    Alhamdulillah..., laporanku juga sudah selesai neh, hehe....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih banyak pak, senang bisa berbincang dan berjamaah dengan jenengan :D

      Delete