Jogjakarta, 13 April 2013
Pukul
setengah dua siang, dengan mengenakan kemeja korsa IKPMJ dengan daypack yang
saya cangklong serta bercelana panjang saya keluar dari kama sambil menenteng
sepasang sepatu di tangan kanan saya keluar dari kamar asrama saya. Melihat
keadaan di luar yang ternyata melukiskan awan hitam di berbagai sisi langit
jogja. Saya segera berharap untuk tidak hujan saat itu. Saya menuruni tangga
dan menuju kamar salah satu penghuni di APJ (Asrama Putra Jember) untuk
meminjam sepeda motornya. Ya, saat itu saya harus menghadiri sebuah acara Bedah
Buku ‘Sang Patriot’ karya Irma Devita.
Setelah
berhasil mendapatkan kunci lengkap beserta motor dan STNK-nya saya segera
bergegas menuju tempat acara yang harus saya hadiri. Sebuah hotel di jalan
Sorosuta, Hotel Raditia. Di awal perjalanan saya terjebak macet saat memasuki
jalan Gejayan, ada keramaian dan beberapa personil kepolisian di salah satu
sisi jalan Gejayan. Saya mengambil kesimpulan jika mungkin saja telah terjadi
kecelakaan. Saya tak begitu lama mempersalahkannya, saya hanya mencoba
keluardari zona macet tersebut sesegera mungkin karena saya tidak ingin
terlambat.
Berbagai
bang jo (lampu merah) sudah saya
lewati, mencoba menuju lokasi acara secepat mungkin agar tidak terlambat.
Hingga akhirnya saya berhasil mencapai lokasi, Hotel Raditia. Saya masuk dan
mencari sebuah pendopo bernama Pendopo Mbah No. Awal saya masuk memang saya
melihat sebuah pendopo tapi saya tidak melihat ada tulisan yang setidaknya
bertuliskan ‘Mbah No’ untuk namanya. Akhirnya saya memutuskan untuk bertanya
pada seseorang disana yang saya perkirakan adalah pegawai di hotel tersebut.
Jawaban yang di berikan ternyata tidak membuat kebingungan saya minggat. Tetapi
untunglah saya melihat ada sebuah banner besar yang terdapat tulisan ‘Sang
Patriot’ dan hal tersebut membuat saya yakin saya berada di tempat yang benar.
Saya parkir motor di dekat pendopo dan menuju musholla untuk menunaikan shalat
ashar.
Dalam
menjalankan kewajiban agama saya berjamaah dengan dua orang lainnya. Seorang
pria yang sebelumnya saya duga adalah Pak Azzet dan ternyata dugaan saya benar,
lalu seorang lagi adalah wanita yang di
panggil Palupi. Yah, Mbak Palupi mengajak berkenalan saya saat sudah berada di
pendopo dan berbincang – bincang sebentar. Di saat itu pula bertiga telah di
datangi oleh empunya acara bedah buku yaitu Mbak Irma Devita sendiri dengan
seorang pria berkacamata yang (jika tidak salah dengar) dipanggil Erik (dan ternyata nama panggilan sesungguhnya adalah Eru). Sayangnya saya masih belum sempat berbincang dengan Mas Eru. Tak lama
setelahnya, kami duduk di pendopo dan menungu acara di mulai.
Acara
dimulai, MC sudah berdiri di depan menjadikannya point of interest dan memulai
kalimat pertama untuk membuka acara. Pertama pembacaan doa dan kemudian di
sambung oleh sambutan dari ketua panitia acara tersebut yang juga salah satu
anggota dari komunitas Jogjakarta 1945. Jogjakarta 1945 sendiri merupakan
sebuah komunitas pecinta sejarah di Bumi Gudeg ini. Kemudian, di lanjutkan
pemutaran sebuah video teatrikal Serangan Umum 1 Maret yang di lakukan di
Benteng Vederburg oleh 1945 dan di bantu dengan beberapa komunitas sejarah
lainnya yang berasal dari luar kota.
Masuk
ke acara inti yaitu bedah buku ‘Sang Patriot Sebuah Epos Kepahlawanan’ oleh
sang penulis Mbak Irma Devita. Mbak Ima menjelaskan bahwa buku yang saat itu
tengah di bedah merupakan sebuah buku berjenis novel. Alasannya karena ingin
bukunya dapat di baca oleh banyak kalangan, tidak hanya oleh para penyuka
sejarah. Dia juga berharap dapat mengenalkan sosok Letkol Mochammad Sroedji
yang di jadikan tokoh utama dan beberapa pahlawan lainnya kepada setiap
golongan masyarakat.
Mbak
Irma juga menyampaikan jika pembuatan novel tersebut menghabiskan satu setengah
tahun. Penulisan serta pencarian data di lakukan secara bersamaan. Dia juga
menyatakan telah menghabiskan (jika tidak salah dengar) 28 buku sejarah dan survey
kebeberapa kota di Indonesia hingga pergi ke luar negeri demi mendapatkan data
untuk novel yang di buatnya.Karena memang novel yang di tulisnya berdasarkan
dari kisah nyata dari Letkol Mochammad Sroedji. Oh, iya saya lupa mengatakan
jika Mbak Irma Devita sendiri merupakan cucu dari tokoh utama novel yang
ditulisnya. Dalam masa penulisan Mbak Irma mengatakan juga sering sekali dia
menangis di karenakan terharu akan setiap certia yang akan di tuliskannya.
Mbak
Irma juga bercerita, bagaimana dulu ketika dia masih muda, dia sering
mendapatkan cerita heroik akan sosok kakeknya. Cerita tersebut di dapatkannya
dari neneknya, istri Letkol Mochammad Sroedji. Dia mengatakan juga sering
sekali matanya di buat berarir akan setiap kisah yang di ceritakan neneknya,
meski terkadang ada beberapa cerita yang sudah di ceritakan kepadanya. Hingga
akhirnya dia mengucapkan sebuah janji kepada neneknya jika kelak dia akan
menuliskan cerita tentang kakeknya. Dan akhirnya janji tersebut telah terlunasi
dengan hadirnya novel yang di bedah di Pendopo Mbah No, Hotel Raditia,
Jogjakarta pada tanggal 12 April 2014.
Dalam
acara tersebut sungguh saya mendapat wawasan yang banyak, saya mensyukurinya
karena saya merasa termasuk orang dengan wawasan yang sempit. Banyak hal – hal baru
yang saya dapatkan. Bedah buku kemarin
merupakan sebuah acara yang….. apa ya ? kalo pakai kata – katanya Mas Lozz itu ‘Essip’. Hehe. Dan juga,
Alhamdulillah saya mendapatkan nang – kenangan dari Mbak Irma yaitu novel yang
saat itu baru saja di bedah plus
tanda tangannya. Hehe. Padahal sejak awal saya mendengar kabar bahwa novel ‘Sang
Patriot’ ini menceritakan tentang Pak Mochammad Sroedji saya sudah punya
pikiran untuk membelinya, eh ternyata di kasih gratis sekaligus tanda
tangannya.
Saya
ucapkan terima kasih banyak buat Mbak Irma atas kenang – kenangannya, saya
sangat senang sekali. Untuk Empu-ne
Panaongan, Mas Hakim dan Mbak Prit, Mas Lozz juga yang suka sekali menghujat
saya dengan mengatai saya banyak gebetannya, padahal enggak, hehe, terima kasih
sudah menginfokan acara tersebut kepada saya. Untuk Pak Azzet, Mbak Palupi, Mas
Eru, Jogjakarta 1945 dan setiap orang yang berpartisipasi dalam acara bedah
buku kemarin juga saya ucapkan terima kasih.
Akhir
dari tulisan saya meminta maaf jika para pembaca kebingungan dalam membaca isi
tulisan ini maupun terdapat salah penulisan. Jujur saya sendiri bingung untuk menuliskannya di tambah juga saya
masih belajar dalam hal lis – nulis. Di
karenakan juga daya ingat saya merupakan daya ingat jangka pendek menuju sedang
dalam kata lain ‘pelupa’. Hal yang saya catat juga kebanyakan berhubungan
dengan isi novel, jika saya tuliskan takutnya tidak surprise saat membaca novelnya nanti. Semoga saja ada blogger lain
yang dapat menuliskan acara kemarin lebih baik dari saya sehingga para pembaca
bisa lebih jelas mengetahui tentang acara kemarin, selain itu juga dapat
menambal hal long – bolong atau
membenarkan kesalahan yang terdapat dalam tulisan saya. Di bawah ini akan saya
post juga beberapa foto acara bedah buku kemarin yang saya dokumentasikan.
Akhir kata maaf dan terima kasih.
Keren Dam :)
ReplyDeletematur tengkyu sam :D
Deletesaya ijin nyuri satu poto soale tidak bawa kamera :D
ReplyDeletemonggo, mau nyuri semua juga gak apa - apa mas :D
DeleteDam, itu bukan Erik.. tapi Eru :))
ReplyDeleteNama aslinya Ahmad Firdaus hehehe
Senang berkenalan denganmu :)
Hehe, kalo begitu akan saya ganti secepatnya..
Deletemakasih koreksinya ya mbak ;D
hahahhaha... aku aja diem aja kok mbak Phie :P
ReplyDeleteAsyik gaya bercerita sampean, Mas Adam, aku suka :)
ReplyDeleteAlhamdulillah..., laporanku juga sudah selesai neh, hehe....
Terima kasih banyak pak, senang bisa berbincang dan berjamaah dengan jenengan :D
Delete