Monday, 27 August 2012

Ketika Terpaksa Pensiun Untuk Mendaki


Jember, 28 Agustus 2012

Sudah sepulh hari ini blog ini saya telantarkan. Memutus hubungan dengan dunia maya dan meninggalkan segala kabar yang ada di dunia maya. Jika ada ang bertanya kenapa ?? saa akan menjawab dengan dua alasan. Pertama, gratisan modem habis pas di hari keberangkatan saya mudik yang juga bertepatan dengan hari kemerdekaan RI lagi pula di rumah nenek saya jarang mendapatkan sinyal. Kedua, warnet  bisa saya jumpai puluhan kilometer dari rumah nenek saya yang termasuk dusun yang belum begitu terjamah dengan dunia maya meski beberapa penduduk sana sudah mengerti dan paham akan itu.


Seperti halnya tradisi saat lebaran, ada dengan kumpul bersama keluarga di sebuah dusun di Kota Kediri. Ada juga tradisi makan ketupat lebaran dengan berbagai macam lauk yang di sediakan. Dan yang terlebih menarik lagi, pasti akan dapat banyak pemasukan di kantong dalam hal itu. Yah, entah tradisi dari mana membagikan beberapa hartanya kepada-anak-anak yang berkunjung ataupun saudara sendiri. Tapi biarlah, buat apa protes, toh saya juga kecipratan.

Dalam suasana lebaran aku mengingat sebuah acara yang sempat hamper saya ikuti. Sebuah pendakian, tapi terkadang saya menyebutnya dengan penenangan. Yah, hoby baru yang membuat kecanduan sejak menggeluti dunia Arek PA. salah satu hal yang bisa tenangkan saya dari segala beban dan pikiran yang di derita. Salah satu cara yang bisa tenangkan sebuah kedepresian yang melanda. Hanya saja saya masih belum punya perlenkapan mendaki mandiri dan saya berkeinginan mempunainya meski tidak semuanya. Dan dengan sebuah tekad itu saya bermimpi bisa mendaki gunung saat saya memerlukannya asalkan dalam waktu luang, tanpa memusingkan peralatan yang di butuhkan.

Di rumah nenek banyak yang saling bercerita. Dan yang lebih sering adalah saya yang di ceritakan, dan hoby mendaki serta style saya yang menjadi Trend Topic. Mulai karena sayamempunyai rambut yang katanya gondrong sampai yang pakaian-pakaiannya gak ada yang baru dari beberapa tahun lalu hingga uang kiriman saudara-saudara yang seharusnya bukan untuk mendaki saya gunakan untuk mendaki ataupun membeli peralatan atau perlengkapan pendakian. Dan yang paling memperhatikan adaalah tante yang juga adik ibu saya. Selalu saja membahas tentang kedua itu ketika berkumpul.

Hingga akhirnya, hari dimana tante saya dan suaminya akan pulang ke Ponorogo di karenakan masa cuti sudah habis. Di akhir salaman saya dengan beliau, tante memberikan sangu lebaran untuk saya dengan nominal yang bisa di bilang banya buat saya. Pikiran saya langsung melayang ke beberapa peralatan pendakian yang saya butuhkan. “Jika untuk membeli carier atau sepatu track masih bisa dengan menambahkan beberapa uang tabungan saya” batin saya. Kemudian beliau bilang, “Uangnya gak boleh buat naik gunung ataupun beli barang yang berhubungan dengan naik gunung lho”. Mendengar itu mimik wajah saya berubah dan beliau menyadarinya kemudian berkata “Wongan, kamu punya penyakit katanya ibumu, sering sakit dadane juga sering sesak nafas kok yo sek mau naik gunung, lagi pula sudah kelas tiga, mikir sekolah sama kuliah terus masa depane ndak usah naik-naik gunung, pensiun wes”. Aku hanya tersenyum mencoba menampakkan mimic wajah yang baru saja salah tingkah dan kebingungan tentang apa yang di maksud  penyakit dan sesak nafas. Kemudian beliau memanggil ibu saya dan memberitahukan percakapan yang baru saja terjadi. Ibu meresponnya dengan sebuah pernyataan yang setuju dengan tante saya beserta alasan-alasannya. Yang intinya saya harus pension di dunia pendakian.

Setelah kejadian itu, aku berjalan dengan mencangklong tas kecil melewati pekarangan belakang rumah nenek kemudian menembus sedikit belantara bamboo hingga bertemu sebuah petak sawah kering yang di tumbuhi beberapa pohon kates selutut. Di sana aku duduk menmbakar ujung rokok yang ada di dalam tas dan kemudian menikmatinya bersama hembusan angin, suara dedauan berbagai pohon yang bergesekan dan rengekan pohon-pohon bamboo di belakangku. Merenungkan sebuah pertanyaan, dan mencari jawaban atas apa yang di tanyakan dalam sebuah perenungan.

“Arah hidupku yang terakhir telah hilang, kemana langkah ini akan melangkah lagi. Salah satu cara bersih untuk memblock sebuah kedepresian telah di larang, haruskah ku kembali ke cara hitam. Tentang sebuah penyakit yang mereka jadikan alasan, dari mana dia kudapatkan.. Tuhan, tentang doa-doaku di masa itu, saat itu dan saat ini apakah Kau mendengarkan ??”

4 comments:

  1. kalo dadanya sering sakit mungkin rokoknya di kurangin *sok nasehatin ya saya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. gak apa-apa bun,
      gak ada salahnya kok nasehatin orang :D

      Delete
  2. wkwkwk, aku yo arek PA, tapi g isok mandek PA jeh

    seng penting tekan arek PA iku duduk munggah gunung tapi bagaimana kita mencitai alam dengan benar

    ReplyDelete
    Replies
    1. sip kui pernyataane, like that (y)
      lek munggah gunung hoby sam, mbek di gawe obat rekenane *bingungkah ??
      haha :D

      Delete