Tuesday, 30 January 2024

Percakapan Si Kembar 28

 "Haaaahhhhhh" desahan panjang terlontar karena rasa lelah dari seorang wanita. Kemudian wanita tersebut mengusap wajahnya pelan dengan kedua tangannya. Ia masih duduk bersila diatas sofa panjang diruang tengah dengan sebuah laptop dipangkuannya. Ia menoleh kebelakang, hujan deras yang tiba-tiba datang sejak kurang lebih tiga puluh menit sebelumnya semakin parah dengan hembusan angin kencang. Lalu, ia pindahkan laptop tadi ke meja yang ada di depan sofa. Si Wanita berdiri meregangkan badan dan kakinya. Tak lama kilatan cahaya menembus kaca jendela yang mengagetkannya. Reflek, ia menutup telinga. Bersiaga, dengan suara guntur yang biasanya mengekor dengan kilat tadi.

Benar saja, tak butuh lama suara menggelegar menggema. Begitu sudah hilang, Si Wanita melepaskan kedua tangannya dan meraih handphone yang ada diatas meja.

"Sudah jam segini, dan dia belum pulang" gumamnya sambil mengkhawatirkan kakaknya yang belum pulang dari tempat kerja.

Ia kembali duduk dan meletakkan handphonenya tadi di sebelahnya. Ia bersandar dipunggung sofa sambil menatap langit-langit. Mengingat suatu hal tentang semalam. Ia kembali menghela nafas sambil mendorong badannya kearah meja. Dicarinya sebuah note book diantara beberapa buku bacaan yang berserakan disana. Setelah dapat, ia menariknya dan mengambil sebuah pulpen disana. Tak lama, ia membuka sebuah halaman kosong dan menuliskan sesuatu.


Kita memiliki kuasa

Tapi kita tidak berkuasa

Atas langkah yang terlewati

Atas langkah yang terhenti

Mencari muara dari hujan yang membasahi


Si Wanita berhenti, karena mendengar suara motor tua masuk ke area rumahnya. Segera ia menutup buku tadi dan sedikit melempar keatas meja sambil berlari menuju pintu depan. Ia membuka pintu tersebut dengan terburu-buru. Lalu dapat dilihat kakaknya sudah memarkir motor di garasi kecil rumah mereka.


"Mas !!!" panggil Si Wanita sedikit kencang.

Si Lelaki yang masih berusaha melepas jas hujannya merasa terpanggil menoleh ke sumber suara.

"Kopi, teh apa susu coklat ?" tanya Si Wanita saat kakaknya menoleh.

Si Lelaki diam sejenak. "Apa ? Gak denger" teriak Si Lelaki karena kalimat kedua adiknya tidak bisa mengalahkan suata angin dan hujan yang sedang berlangsung.

"Mau dibikinin kopi, teh atau susu coklat ?!?!?!!!?" Si Wanita mengulang pertanyaannya dengan sedikit berteriak.

Si Lelaki membulatkan bibirnya, "Kopi aja!!!?!?!" Balas Si Lelaki sambil menaruh jas hujan yang baru dikenakannya diatas motor.

Si Wanita kemudian kembali masuk tanpa menutup pintu. Tujuannya adalah dapur. Segera ia memasak air dan menyiapkan gelas yang langsung diberi bubuk kopi.

Sambil menunggu air mendidih, ia bersandar di meja bar yang ada di dapur. Terdengar suara buka tutup pintu, Si Wanita menoleh. Dapat dilihat, kakaknya berjalan berjinjit dengan celana yang di tekuk sampai lutut. Kemeja putih yang dikenakan terlihat sedikit basah.

"Mau mandi air anget ?" tawar Si Wanita tiba-tiba.

Si Lelaki berhenti, menatap heran adiknya. Ia menjawab dengan gelengan.

"Yaudah, mandi dulu ganti baju" lanjut Si Wanita kemudian berbalik menengok air yang dimasaknya.

Si Lelaki masih diam, menatap wanita yang sedang menunggu air mendidih diatas kompor. Sebuah nama ia panggil, dan adiknya menoleh.

"Apa ? Tumben panggil pake nama ?"

Si Lelaki diam sejenak, Si Wanita menunggu.

"Tumben baik, mau nyaleg ya ?" tanya Si Lelaki dengan muka herannya.

Sebuah sendok langsung melesat ke arah Si Lelaki, tapi berhasil dihindari.

"Apaan tanya tanya gitu ?!?!?"

"Lah, abisnya tumben sikapmu gini"

"Ya, terus apa salahnya ?!!"

"Gak salah, cuma heran aja"

"Udah cepet mandi, kalo masih nyebelin ku siram dari sini!!!" balas Si Wanita sambil memegang gagang panci berisi air yang mukai memunculkan gelembung-gelembung kecil.

Melihat hal itu Si Lelaki reflek berlari ke meninggalkan adiknya. Si Wanita menghela nafas setelahnya. "Dasar!! Awas yaa!?!?" gumamnya sambil melipat kedua tangannya.


****


Dua puluh menit berlalu, Si Lelaki melangkah pelan menuju ruang tengah, sejenak ia berhenti memastikan kondisi adiknya. Terlihat Si Wanita sedang duduk di sofa. Posisinya miring sambil melihat hujan yang belum mereda di luar jendela. Sadar ada yang menatapnya ia menoleh.

"Itu kopimu" ujarnya sambil menunjuk sebuah gelas diatas meja dengan kepalanya.

Melihat hal itu Si Lelaki melangkah mendekat. Mejanya sudah sedikit rapi dari sebelumnya. Ia lalu duduk di samping adiknya.

"Punyamu mana ?" tanya Si Lelaki.

"Nanti aja"

Si Lelaki mengangguk beberapa kali, kemudian meraih helas dan menyesap kopinya. "Manis banget"

"Biarin, suruh siapa nyebelin"

"Yeee masih marah"

"Gak sih, cuma sebel"

"Beda tipis"

Si Wanita merespon dengan menendang kecil paha bagian samping kakaknya.

"Gimana kerjaan ?" tanya Si Wanita mengalihkan pembicaraan.

Si Lelaki melirik sejenak. "Lagi repot repotnya"

"Repot repotnya atau merepotkan diri ?"

"Ok, yang kedua" Si Lelaki menyulut rokonya, "Kamu juga kan ?" tanyanya setelah menghembuskan asap rokok.

"He'em" jawab Si Wanita sambil mengangguk.

"Kerjaanmu gimana hari ini ?" kini Si Lelaki yang balik bertanya.

"Ada perkembangan meski sedikit"

"Ada deadline ?" Si Lelaki mengubah posisi menghadap adiknya.

Si Wanita menggeleng, "Gak ada. Jadi masih bisa sedikit nyantai ngerjainnya"

"Dikit-dikit lama-lama jadi bukit"

Si Wanita tersenyum, "iyaa, hehe"

Si Lelaki hanya tersenyum kemufian mengusap pelan kepala adiknya. Kemudia ia menoleh melihat hujan diluar.

"Kehujanan dari mana ?" Si Wanita kembali membuka obrolan.

"Dari awal, bahkan sebelum ngidupin motor. Meski awalnya gak langsung deres" jawab Si Lelaki.

"Tapi deres sampe kesini ?"

"Iya, sempet keujanan dijalan bentar. Trus maksa pake jas hujan. Padahal gak suka pake jas hujan"

"Kalo gak gitu kamu gak bakal nerusin perjalan, karena opsinya harus berteduh"

"Kan bisa ujan-ujan"

"Nyari penyakit"

"Salah satu hobi kita kan merepotkan diri"

"Tapi gak gitu juga!?!" ujar Si Wanita sambil menendang kecil kembali kaki kakaknya dengan nada sedikit jengkel setelah mendengar ucapan kakaknya barusan.

Si Lelaki hanya terkekeh.

"Kamu kalo ada apa-apa kelihatan" ucap Si Lelaki.

"Kamu juga"

"Lah sama dong"

Si Wanita hanya merespon dengan menarik salah satu ujung bibirnya. Si Lelaki mengheleng pelan lalu meminum kopi milikya lagi dan dilanjutkan menikmati rokoknya.

"Kamu tahu ?" ucap Si Wanita, Si Lelaki menoleh menunggu lanjutan ucapan adiknya.

"Aku melihat seorang wanita semalam"

Pupil Si Lelaki seidikit membesar.

"Aku juga" ucap Si Lelaki.

Si Wanita menoleh ke Kakaknya. Terjadi keheningan beberapa detik.

"Tua" lanjut Si Lelaki.

"Muda" ujar Si Wanita.

"Beda ya"

"Tapi aku juga lihat kamu di tempat dan waktu yang sama" respon Si Wanita

"Wow, yang barusan juga sama"

Si Wanita tersenyum kecut. Memahami keadaan tersebut.

"Masih bingung ya ?"

"Aku ?" tanya Si Lelai sambil menunjuk dirinya sendiri.

Si Wanita menggeleng, "Kita"

"Yaaa, kita berada di posisi sama sama bingung. Tapi, sedikit berbeda" ujar Si Lelaki

"Kebingungan yang sama tapi beda" 

Mereka berdua tertawa kecil setelah Si Wanita merespon barusan.

Si Wanita kembali melihat keluar jendela, kini dagunya dia tempelkan di atas punggung sofa. Tak lama kemudian, Kakaknya memeluknya. Ia sedikit terkejut akan hal itu, tapi ia membiarkannya. Tak butuh waktu lama, air matanya mengalir keluar sambil kemudia membalas pelukan kakaknya. Si Lelaki hanya mengelus kepala bagian belakang Si Wanita, mencoba menenangkan.

Entah berapa lama hal tersebut berlangsung, hingga perasaan Si Wanita sedikit mereda.

"Kak" panggil Si Wanita dalam dekapan kakaknya.

Si Lelaki masih mengelus kepala adiknya dan merespon, "Hmmm ?"

"Tumben baik, mau nyaleg ya ?"

Mendengar hal tersebut Si Lelaki mempererat dekapannya.

"Aduduh lepas!!!!?!?!" Si Wanita meronta berusaha melepaskan diri.

Si Lelaki langsung melepaskan adiknya, "Malah balas dendam" ujar Si Lelaki.

"Biarin" jawab Si Wanita sambil menyeka matanya, "Tapi, makasih"

Si Lelaki tersenyum, "Sama-sama" jawabnya lalu meminum lagi kopinya.

Kemudian, Ia menawari kopinya ke adiknya,. Si Wanita menggeleng. Melihat hal itu, Si Lelaki kembali meletakkan gelas diatas meja dan kembali menyulut rokok baru.

Sebuah nama disebut oleh Si Wanita, membuat Si Lelaki terpanggil dan menoleh.

"Tumben panggil nama, balas dendam tadi ?" tanya Si Lelaki.

Si Wanita menggeleng, "Aku pengen sesuatu"

"Apa ?"

"Pinjam telinga"

"Bisik bisik segala, disini cuma ada kita berdua"

"Ishhh!?! Pinjem telinga!?!?"

Si Lelaki memutar bola matanya, lalu mendekatkan telinga kirinya kepada adiknya. Si Wanita kemudian membisikkan sesuatu dan direspon dengan tawa kecil oleh kakaknya.

"Mau ya ?" ucap Si Wanita kemudian.

"Gitu aja pake bisik-bisik" Si Lelaki masih terkekeh.

"Biarin. Mau ya ?"

"Iyaaa"

"Yeaaayy, asyik !! udah lama" Si Wanita girang sambil bertepuk tangan kecil.

"Mandi dulu deh sana, nanti aku turutin" perintah Si Lelaki.

Si Wanita mengangkat kedua jempol tangannya. Lalau bergegas meninggalkan kakaknya.

Si Lelaki hanya menggeleng heran sambil menyedot asap rokoknya. Kemudian ia beranjak kedapur sambil membawa gelas kopinya yang masih terminum satu se per-empat gelas.

Saturday, 13 January 2024

Percakapan Si Kembar 27

 Suara alarm terdengar, menggugah seorang dari pejam malam panjangnya. Tangannya mergoh berbagai tempat disekitarnya. setelah menemukan handphone yang berbunyi, ia menarik dan segera mematikannya. Selesai, ia menjatuhkan lengan beserta handphone yang dipegang di sebelah badannya. Matanya mengerjap beberapa kali sambil melihat atap, mencoba membiasakan cahaya remang lampu tidur yang masih menyala dan masuk ke bola matanya. Beberapa detik kemudian ia menoleh ke arah kiri. Kosong. Seketika nyawanya langsung berkumpul. Lelaki yang biasa tidur bersamanya tidak ada. Perlahan ia mengangkat badannya ke posisi duduk. Masih dengan muka bantal ia mencoba berdiri dan meninggalkan kasur menuju ke ruang tengah.


Pintu kamar dibuka, ia melangkah keluar. Baru beberapa langkah ia bisa melihat seseorang sedang tidur di sofa panjang yang ada di ruang tengah.

"Sejak kapan pindahnya ?" pikirnya.

Ia melanjutkan langkah.

Masih dapat dilihat, beberapa barang berserakan di meja yang ada didepan sofa tempat kakaknya tidur. Si Wanita mengumbar pandang, di sisi lain terlihat gitar yang disenderkan di atas sebuah kursi kecil. Kemudian ia berjongkok menghadap muka kakaknya, memperhatikan wajah tidurnya dan suara lirih nafasnya dapat i dengar.

"Apa lagi yang membuatmu terjaga ?" gumam Si Wanita.

Ia segera mengubah posisi duduknya ke lantai dengan  menyenderkan punggungnya di kaki sofa. Tatapannya diumbar ke benda benda di atas meja.

"Buku, bolpoint, beberapa senar gitar berkarat, handphone, headset, asbak, rokok dan kopi" batinnya mengabsen benda-benda tersebut.

Seketika, tangannya mengarah ke cangkir kopi disana. Ia sedikit kaget saat seluruh ujung telapak jari kanannya menyentuh badan cangkir kopi tersebut. Itu masih terasa hangat. Ditariknya cangkir tersebut menuju bibirnya, kemudian menyesapnya. Dahinya mengkerut.

"Pahit !!" pekiknya lirih kemudian menaruh kembali minuman tersebut. "Bukankah berarti kamu masih belum lama membuatnya, kak ?" gumamnya sambil menoleh ke wajah Si Lelaki.

Tak ada jawaban, Si Lelaki masih pulas terpejam.

Dengan berbagai tanya dalam pikirannya, ada sebuah pikiran asing yang menimpa pikirannya. Matanya terbelalak sebentar kamudian berubah dengan sorot mata keheranan lagi.

"Terjaga menjadi hal yang menakutkan ?" gumamnya. "Bukankah kita lebih menginginkan dan suka untuk terjaga ?" tanyanya lagi dalam hati.

Masih dalam tanya yang belum ditemukan jawabannya, matanya tiba tiba tertuju ke satu buku disana. Sebenarnya, itu buku Si Wanita dan seingatnya ia menaruhnya di salah satu rak buku di rumah mereka. Tapi, buku itu berpindah tempat di meja. Berarti, Si Lelaki yang membawanya kesana saat Si Wanita masih tidur.

Si Wanita lalu membuka satu persatu lembar buku tersebut, masih berisikan tulisannya. Berbagai hal yang ia tuliskan. Hingga akhirnya ia berhenti di halaman terakhir.

Ada tulisan yang bukan tulisan tangannya.


xx-xxxxxxx-xxxx

Aku tidak mau lupa
Aku tidak mau terbiasa
Karena kedua hal tersebut sama
Tapi, jika seperti itu bagaimana dengan selanjutnya ?
Pikiran bisa teralihkan
Di dalam jiwa raga sudah tertanam
Kita dihadapkan dengan kenyataan
Apa aku harus kembali berjalan ?
Ada sebuah tujuan dengan perayaan
Berisikan warna dan gemilang
Sebelum kemudian berpindah untuk pulang
Dulu...
Aku sudah sering tersesat karena lama berjalan
Lalu, bertemu dengannya dan mengajarkanku untuk menari
Lambat laun, aku memutuskan untuk berlari
Menghadirkan gelap dan membuatku memutari ambisi
Namun ku hanya ingin meraki
Kini terjaga sungguh menakutkan
Memaksa pikiran berkelana mengingat durja
Meminta derai yang jelas menambah lara
Membuatnya merindukan yazma
Ditengah gulita senandika ini, bagaimana aku harus merayakan ?
Hanya untuk menjaga kegilaan
Sebuah ego membajak pikiran
Menginginkan kilau dari satu bintang
.


Si Wanita menarik ke belakang kepalanya hngga terjatuh di tepian sofa bersandingan dengan perut Si Lelaki yang kembang kempis seirama dengan hembusan nafasnya. Dengan posisi punggungnya masih bersandar, ia menatap langit-langit disana. Sepintas pandangan langit langitnya tertumpuk dengan rangkaian adegan. Tidak begitu jelas, tapi cukup untuk bisa memahami adegannya. Cahaya matahari perlahan menyinari.

"Kamu mengambil bagianku lagi" ucapnya kemudian mengangkat kepalanya. "Lumayan lagi!?!?" tambahnya dengan nada kesal sambil menepuk paha kakaknya.

Si Lelaki sedikit kaget kemudian dapat dilihat matanya terbuka. Dengan wajah bantal dan dahi yang mengernyit Si Lelaki menatap adiknya.

"Ha ? Sejak kapan kamu disini ?" tanya Si Lelaki  sambil mencoba duduk dari posisinya. Jiwanya masih belum terkumpul.

Si Wanita beranjak duduk disamping kakaknya. "Tidur jam berapa ?" tanya Si Wanita.

Masih dalam proses mengumpulkan jiwa, Si Lelaki meraih cangkir kopinya, "Entah" jawabnya kemudian mengarahkan cangkir kopi ke mulutnya.

Gerakannya berhenti. Tertahan oleh tangan adiknya.

"Aku aja yang ngabisin" ujar Si Wanita.

"Tapi ini pahit"

"Lalu ?"

"Pake banget"

"Aku tahu"

"Kentel. Pake banget juga"

"Gak usah ngeyel"

Si Lelaki diam menatap wanita disebelahnya. Tatapannya cukup serius. Ia tak melawan dan menaruhnya kembali. Kemudian bersandar ke punggung sofa.

Si Wanita menyesap lagi kopi kakaknya, Si Lelaki tersenyum saat melihat respon adiknya setelah meminum kopinya.

"Kan sudah kubilang" ucap Si Lelaki

Si Wanita menaruh cangkirnya lagi. "Bising" tanggapnya.

Kemudian ia menggeser duduknya mendekati tepian sofa. Dilanjut dengan meraih kepala kakaknya, menariknya kearah pangkuannya.

"Tidurlah lagi" ujarnya.

"Tadi dibangunin"

"Soalnya kamu memimpikan sesuatu kan ?"

Si Lelaki diam.

"Aku paham, tapi kalau dilanjut....." ucapan Si Wanita terhenti.

"Sudahlah. Tenang" ucap Si Lelaki

Si Wanita melihat kakaknya. Di elus lembut kepalanya, mencoba memberikan rasa nyaman.

"Mau healing ?" tanya Si Lelaki sesaat setelah memejamkan mata.

"Kemana ?"

"Aku melihat pasir dan ombak"

"Kapan ?"

"Secepatnya"

Mata Si Wanita menerawang langit-langit. "Cat Air masih ada ?" tanya Si Wanita.

"Masih. Pake aja"

"Ok"

Hening sejenak.

"Berusahalah mengejarku juga dalam jalurku" ucap Si Lelaki tiba-tiba.

"Hm ?"

"Karena aku juga berusaha mengejarmu dalam jalurmu" lanjut Si Lelaki.

"Ketika kita sama-sama bisa mengejar ?"

"Kita akan benar benar benar benar benar benar bersama" jawab Si Lelaki sambil tersebyum

Si Wanita tersenyum mendengarnya tangannya masih mengelus lembut kepela kakaknya. Tak butuh waktu lama, dapat dirasakan kakaknya sudah tertidur.

"Amin. Sekarang menarilah karena aku sudah berada disampingmu"