Monday 28 December 2015

Percakapan Si Kembar 11

Si Lelaki baru saja menutup pintu rumah kecil yang di huni bersama dengan saudara kembarnya. kemudian ia melangkah sedikit melewati sebuah pembatas ruangan.
"Eh ?" ucap Si Lelaki heran saat melihat sudah ada segelas air putih dan secangkir kopi di meja kecil di ruang tengah.
"Udah pulang?" tanya Si Wanita masih sambil memunggungi Si Lelaki. tangannya masih sedikit memebereskan sedikit perlengkapan yang ada di dapur.
"Udah" jawab Si Lelaki.
"Kok cepet?"
"Kan cuma beli rokok" Si Lelaki kini duduk di sofa yang ada.
Si Wanita menghampirinya dan duduk di samping Si Lelaki, "Kamu kopinya"
"Kamu cuma air putih?"
Si Wanita mengangguk.
"Kenapa ?"
"Karena kita kurang minum air putih"
Si Lelaki ber 'O'-ria.
"Jadi, mari kita mulai bicara?"
"Pembahasan ?"
"Jangan berlagak bodoh"
"Dasar, hehe" Si Lelaki menyeruput kopinya sedikit, kemudian mengeluarkan sebatang rokoknya.
"Yasudah. bukankah sudah 85% ?"
"Lebih" ucap Si lelaki sambil menyulut api pada ujung rokoknya.
Si Wanita sedikit kaget, "Berapa?" tanya Si Wanita kemudian.
"90%" jawab Si Lelaki sambil menghembuskan asap dari mulutnya.
"Hee? bukankah jika sudah 85% kamu akan mundur?"
"Hm ?" Si Lelaki melirik wanita di sebelahnya.
"Katamu sudah 90% barusan, bukankah kamu sudah harus berhenti mengejar mahkota itu?"
"Tidakkah kamu menyadari ?" tanya Si Lelaki sambil membuang abu rokoknya pada asbak yang ada.
"Hm ?" Si Wanita yang sedang menyeruput air putihnya melirik kearah lelaki di sampingnya.
"Mulai kapan aku menggerakkan bidak-bidakku untuk merebut mahkota yang kamu maksud?"
"Eh?"
"Bidakku tidak bergerak sama sekali. Raja, ratu, pion, gajah, kuda dan bentengku. Bahkan jauh sebelum presentasenya sampai ke 85% aku tidak menggerakkan mereka"
Si Wanita menyimak.
"Kopinya mantep" ujar Si Lelaki setelah kembali menyruput kopi di cangkirnya dan meletakkannya kembali di meja. "Aku hanya memainkan mataku selama ini"
"Kenapa ?"
"Kenapa ?" Si Lelaki mengulang pertanyaan Si Lelaki kemudian menghisap rokoknya dan mengeluarkan asap dari mulut dan hidungnya. "Kamu tahu kan kita ini cenayang?"
Si Wanita mengangguk.
"Kamu juga tahu kan insting kita hampir tidak pernah salah?"
Si Wanita kembali mengangguk.
"Aku gak akan ikut dalam sebuah peperangan yang gak mungkin aku menangkan" jelas Si Lelaki.
"Aku ingat!" seru Si Wanita, "Kamu sudah mati sebelum perang"
"Yap! jauh sebelum mahkota itu diperangkan. Instingku sudah bilang kalo aku gak mungkin menang dalam perang"
"Lalu selama ini dan sampai saat ini untuk apa?"
"Memastikan instingku dan semua prediksiku" jawab Si Lelaki sambil tersenyum. sedetik kemudian senyum itu terganti dengan batuk ringan dari Si Lelaki.
"Bukankah jika kamu mau kamu bisa merubah segala keadaanya?"
"Bisa"
"Lalu kenapa tidak?"
"Mendapatkan mahkota itu tidak bisa dengan kata 'menang' atau 'kalah'. Mahkota tersebut harus di dapatkan dengan sebuah ketulusan" terang Si Lelaki.
Si Wanita masih mendengarkan.
"Lagi pula, mahkota itu harus di dapatkan oleh seseorang yang baik, yang terbaik, yang paling baik" Si Lelaki kembali menghisap asap rokoknya. "Dan diriku, bukan seseorang seperti itu. Diriku orang jahat."
"Keluar lagi kalimat itu" gerutu Si Wanita.
"Kamu tahu kan ? Diantara kita, kamulah orang yang masuk dalam kategori itu. Hanya saja, kodratmu yang membuat kamu gak boleh ikut campur dalam urusan merebut mahkota itu" Si Lelaki mematikan rokoknya dengan disusul batuk kecil bebrapa kali sambil tangan kanannya memegang dadanya.
"Kamu ini, suka sekali merusak dirimu sendiri" ujar Si Wanita kemudian meneguk air putihnya.
"Yah, itu sudah jadi bagian dari sifatku" ujar Si Lelaki.
"Mau sampai kapan memastikannya?"
"Sampai benar-benar pasti"
"Bukankah ada cara cepat untuk memastikannya ?"
"Memang"
"Kenapa tidak dilakukan ?"
Si Lelaki tak menjawab.
"Dasar" Si Wanita menggeleng lemah.

No comments:

Post a Comment