Aku
baru sampai. Sendal yang kotor oleh tanah sudah bersih. Begitu pula diriku
sendiri ynag sedari semalam sering bermandikan air hujan dan terselimuti dingin
oleh angin yang berhembus. Mata sudah sangat kering rasanya, lelah masih
membungkus raga ini. Ya, aku tidak bisa tidur semalaman menikmati dingin lagi
di sebuah pantai di Gunung Kidul dengan segelas kopi, api unggun dan
teman-teman.
Aku
baru saja terbangun dari tidurku. Tak kuat untuk melanjutkan tulisan di atas
sesampainya tadi. Aku memaksakan mata ini terpejam dan mencoba mengistirahatkan
raga ini. Ketika terbangun aku masih sangat mengingatnya.
Semalam,
keadaan bisa dibilang dingin. Seharian hujan, hingga tengah malam gerimis masih turun. Waktu terus berjalan,
rasa dingin yang ku rasakan mulai membiasa denganku bersama keringnya pakaian
basah yang ku kenakan karena hujan sebelumnya. Tapi hembusan angin laut yang
menuju pantai masih bisa di kategorikan dingin. Setiap orang yang tidur harus
menggunakan selimut untuk bisa mengurangi intensitas dingin.
Waktu
terus berjalan, aku sudah hampir menghabiskan kopi dinginku. Aku mencari
kehangatan di perapian kecil yang ada. Air masih sesekali menetes. Aku
berbincang-bincang. Orang-orang berceceran di sana. Hanya beberapa yang masih
bisa bertahan melawan angin dingin dengan keasdarannya, lainnnya melawan tanpa
kesadarannya.
Dan
seketika itu juga, aku menyadari suatu hal. Aku melakukan kesalahan. Maaf. Maaf.
Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.
Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.
Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.
Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.
Maaf. Maaf.
Aku
selalu terlambat menyadarinya, mungkin ini sudah yang kedua kalinya. Aku
terlambat menyadari sesuatu hal yang mungkin penting. Aku sudah memperkirakan
sebabnya, tak berani memastikan, tapi tak kusangkan kenapa hingga sampai
seperti itu. Tak ada yang bisa ku perbuat, persiapanku kurang. Aku sangat marah
terhadap diriku sendiri. Ingin rasanya meminta bantuan orang lain, tapi aku tak
bisa. Mengorbankan orang lain berbeda dengan mengorbankan diri sendiri. Lagi-lagi
aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya diam lagi. Seperti dulu, ketika kesalahan
pertama terjadi, aku hanya melihat dan mencoba menenangkan tanganku yang
gemetar karena takut.
Aku tau
aku dengan berpikiran begitu aku melakukan dua keasalahan langsung. Atau
mungkin tiga ? Empat ? Lima ?? atau mungkin angka yang di sebutkan masih sangat
kurang besar. Entahlah. Dua kali terlambat, dua kali juga aku tidak bisa
melakukan apapun. Dua kali ? benarkah ? jumlah itu yang ku tahu. Yang tidak ku
tahu ?
Aku tau
tulisan ini mungkin tidak akan terbaca. Mungkin,
jika ada yang membacanya juga tidak akan mengerti intinya. Orang-orang yang
mengerti termasuk orang-orang yang keren. Seseorang akan tertarik dengan
sesuatu yang menarik baginya bukan ?.
sayang saya tidak mengerti arti dan inti dari postingan yang di atas ,, jadi saya bukan orang keren -_-
ReplyDelete