Thursday, 24 April 2025

Percakapan Si Kembar 42

 Sepasang mata mengerjap beberapa kali setelah terbangun. Wanita itu mengucek sebelah matanya sebentar, kemudian menoleh ke sebelahnya. Selimutnya tersingkap sebelah. Sosok yang sempat menemaninya tidur tidak ada. Bukan hal mengagetkan. Ia mengubah posisinya menjadi duduk dan mengambil handphone miliknya diatas nakas. Dilihatnya jam yang teenyata sudah melewati tengah malan. Ia beranjak menuju ruang tengah. Dalam remang cahaya purnama yang masuk lewat kaca jendela dan pintu, ia mencari sosok seseorang. Namun tidak ada. Keningnya mengernyit dan tangannya mengutak atik handphoneya sambil berjalan menuju sofa yang sudah lama ada disana kemudian duduk.

Tak lama, wanita itu menempelkan layar handphone ke telinga kanannya. Sambil mendengar deringan dari speaker handphone ia bersandar dan sesekali mendongak sedikit memaksa menatap bulan yang ada diluar.

"Halo?" Suara lelaki terdengar.

"Dimana ?" Ucap Si Wanita.

"Di luar"

"Setingkat sarjana jawabannya seperti itu ?" Si Wanita mengusap wajahnya pelan dengan tangan kirinya.

Terdengar suara tawa dibalik handphone. Si Wanita menekan tombol loudspeaker dan kemudian ia letakkan dimeja. Setelah tawa kakaknya mereda, Si Wanita kembali bersuara.

"Jadi, kamu dimana, kak ?"

"Hmmm, entah. Ini dimana"

"Ngopi ?"

"Enggak, keluar sebentar. Nyari angin"

"Sekarang lagi ngapain ?"

"Duduk, liatin jalan sama beberpaa kendaraan kalo ada yang lewat"

"Dari tadi ?"

"Iya"

Si Wanita menghela nafas mendengarnya. "Kenapa tadi ga bilang ?"

"Kan kamu tidur, dek. Kamu kenapa bangun ?"

"Kebangun"

"Yaudah tidur lagi"

"Belum ngantuk lagi, mau sampe kapan ?"

"Apanya ?"

"Diluar"

"Owalah, ga tau. Kenapa ?"

"Oke, kita bicarakan sekarang. Ku tebak kamu pake headset" Si Wanita berdiri meraih handphone dan berjalan menuju dapur.

"Wow, kamu tahu" Si Lelaki menambah tawa kecil.

"Iya, aku tahu" respon Si Wanita setelah menaruh kembali handphonenya di meja panjang yang ada di dapur.

"Lalu, apa yang mau kamu bicarakan ?" Tanya Si Lelaki.

Si Wanita menghidupkan kran dan mengisi air di panci kecil, "Seharusnya kamu yang membicarakannya" responnya sambil memindahkan panci tadi ke atas kompor lalu menghidupkan apinya.

"He ? Memangnya apa yang harus ku bicarakan ?"

Suara dentingan gelas terdengar saat di letakkan di meja yang sama tak jauh dari handphone Si Wanita, "Perlu di pancing nih ?"

"Apa umpannya ?"

"Kenapa kamu keluar malam-malam begini ?"

"Kan sudah dijawab"

"Jawaban yang sesungguhnya belum"

Hening sejenak, "Oke, sebentar aku hidupkan rokok dulu" Ujar Si Lelaki.

Sambil menunggu, Si Wanita menyendok dua sendok kopi kedalam gelas tadi.

"Oke sudah" Suara Si Lelaki terdengar lagi.

"Lalu ?"

"Untuk bersyukur" jawab Si Lelaki .

Si Wanita diam terpaku sejanak mendengar jawaban kakaknya, kemudian ia menutup salah satu lemari yang tadi sempat dibuka untuk mengembalikan toples bubuk kopi yang sempat ia ambil.

"Memangnya selama ini tidak kamu lakukan ?" Tanya Si Wanita sambil menatap air yang mulai menunjukkan gelembung kecil.

"Selalu, tapi beberapa waktu ini banyak hal terjadi" jawab Si Lelaki.

"Kenapa tidak di ungkapkan ?"

"Kebijaksanaan"

Si Wanita mematikan kompor dan segera menuangkan air mendidih ke dalam gelas berisi bubuk kopi tadi secara perlahan.

"Tujuan kebijaksanaanmu itu apa ?"

Hening.

"Kak ?" Tanya Si Wanita setelah menaruh panci ke wastafel dan mengaduk kopinya.

"Ya ?"

"Jawab"

"Tujuannya untuk kebahagaian"

"Berarti kamu bahagia saat tersiksa ?"

"Hmmmm"

"Kenapa cuma hmmmm ?"

"Kamu kritis"

Si Wanita beranjak kembali ke sofa dengan membawa handphone dan kopi yang baru dibuatnya.

"Tidak, aku tidak kritis. Kamu yang kritis" respon Si Wanita singkat.

"Lalu barusan ?"

"Aku hanya memungut dan melemparkan kembali sesuatu yang sekarang sering kamu jatuhkan"

Hening lagi.

"Kenapa diam ?" Tanya Si Wanita.

"Tidak"

"Kutebak kamu tersenyum sinis karena hal barusan"

"Wow lagi, kamu tahu"

"Lekaslah pulang"

"Kenapa ?"

"Pertama, aku sudah buatkan kopi untukmu" Jawab Si Wanita.

"Lalu, kedua ?"

"Kita bicarakan dirumah, hanya berdua seperti biasa dan tidak didengar orang lain"

"Hahahahaha, kenapa gitu ?"

"Kebijaksanaan"

Helaan nafas terdengar, "Baiklah, seharusnya saat aku sampai kopinya sudah hangat"

"Ya, cepatlah dan hati-hati"

Tak lama telepon terputus. Si Wanita menyenderkan punggungnya ke sofa dan menatap bulan diluar jendela, sambil menanti kakaknya kembali.

Friday, 15 November 2024

Percakapan Si Kembar 41

 Langit gelap. Taburan bintang. Bulan sabit. Angin dingin. Senyum di depan layar handphone yang menyala.

"Hei, kak! Bukankah yang kamu lakukan terlihat sedikit menakutkan" ujar seorang wanita yang berdiri diambang pintu yang menghubungkan rumah dengan taman samping.

Si Lelaki yang tengah duduk di ayunan menoleh, "Yang mana ?"

Si Wanita melangkah, "Tersenyum tanpa ada apa apa"

"Hahaha, benarkah ?"

"Hm ? Kalau dipikir kembali, jika kamu yang melakukannya, tidak juga"

Si Lelaki masih mengikuti gerak langkah adiknya hingga berdiri di sebelah ayunan yang didudukinya.

"Itu masih bisa terlihat normal bagimu, juga sedikit lucu dan menjijikkan disalah satu sisi sudut pandang" tambah Si Wanita.

Si Lelaki terbahak mendengarnya, "Lucu sekali mendengarnya darimu"

"Ya, ya, ya. Apa yang kamu lakukan disini ?"

Si Lelaki mengalihkan pandang kembali lurus kedepan, tangan kanannya terangkat menunjuk reflek adiknya mengarahkan pandang ke arah yang ditunjuk kakaknya. "Tidakkah lembayungnya indah ? Bersamaan dengan lautan awan itu" ujar Si Lelaki.

"Yahh, kamu ada benarnya" tanggap Si Wanita singkat.

"Mau duduk ?"

"Boleh"

Si Lelaki sedikit bergeser ke arahbkiri sambil mengambil benda yang sedari tadi diletakkan disampingnya. Memberi ruang Si Wanita untuk duduk.

"Aku tidak melihat benda itu dari tadi" ucap Si Wanita sebelum duduk.

"Ini ?" Tanya Si Lelaki sambil mengangkat benda yang digenggamnya.

Si Wanita mengangguk.

"Berkamuflase dengan warna ayunannya. Dia punya skill seperti bunglon" jelas Si Lelaki.

Si Wanita terkekeh sejenak, "Emang ada rencana untuk meminumnya ?"

"Ada"

"Hari ini ?"

Si Lelaki menggeleng.

Alis Si Wanita mendekat satu sama lain, "Lalu ?"

"Menunggu waktu, tapi kan memang sudah direncanakan" jawab Si Lelaki

"Hmmm, iyasih. Bukankah sudah lewat jadwalnya ?"

"But, shows must go on"

"Haha, lucu sekali"

"Apanya ?"

"Hidup"

Si Lelaki tersenyum, "Iya kan ? Menarik bukan ?"

Si Wanita menoleh, "Yeps, benar benar seperti roda yang berputar"

Si Lelaki membenarkan posisi duduknya menoleh menyamping menghadap adiknya, tangan kanannya ia letakkan diatas sandaran ayunan, jemarinya tetiba memainkan rambut wanita didepannya. "Apa yang menarik dimatamu ?"

"Kamu" jawab Si Wanita mengambil botol dari pangkuan Si Lelaki kemudian memangkunya.

"Iya kah ?"

Si Wanita mengangguk, "He'em"

"Dimana letak menariknya ?"

"Keputusanmu"

Si Lelaki mengerutkan kening, "Sepertinya aku tahu arah pembahasan ini"

"Ya kamu tahu, bukankah ini sudah yang kedua kali kamu merubahnya ?"

"Yeps, kamu benar"

"Keputusan besar ini lhoo"

"Yes, dan kamu juga merubah keputusanmu untuk kesekian kalinya"

"Iya"

"Cemas ?"

"Sedikit. Kamu ?"

"Sama" Jawab Si Lelaki dengan terkekeh, "Tapi, bukankah ada yang kita yakini" lanjutnya.

"Apa ?"

"Suatu hal yang sudah dijanjikan"

Si Wanita mengalihkan pandang ke langit yang mulai menghitam dengan titik bintang. "Iya sih. Tapi, apa yang dijanjikan kepada kita ?"

"Segalanya"

Si Wanita tersenyum, "Apakah ini termasuk Plin plan, kak ?"

Si Lelaki menggeleng kemudian mengembalikan posisi duduknya ke posisi semula, "Tidak, bukan plin plan"

"Lalu ?"

"Seperti yang kamu bilang, hidup itu seperti roda yang berputar. Segalanya punya peluang untuk berubah. Tapi rodanya harus terus berputar. Menurutku itu semua penyesuaian supaya rodanya bisa terus berputar dengan semestinya" jelas Si Lelaki.

"Jadi, bukan masalah berada diatas atau dibawah ?"

Si Lelaki menggeleng, "Kurasa tidak sesimpel itu. Tapi juga tidak sampai rumit"

"Hmmmmm"

"Mikir kan ?"

Si Wanita menatap sinis dengan senyum, "Jelaslah!!!" ujarnya sambil mencubit lengan kakaknya.

Si Lelaki mengaduh sejenak, kemudian tertawa saat cubitan adiknya terlepas, "Tenang, kubantu mikir" ucapnya sambil mengelus kepala Si Wanita.

"Yang mana ?"

"Semua. Setidaknya aku yang terbangun lebih awal dan memulainya lebih dulu"

"Tapi saat aku bangun dari tidurku itu sudah terbagi kan. Kurasa aku masih bisa"

"Sombongnya"

"Bukan gitu, ihhh"

"Lalu ?"

"Lebih baik kamu memikirkan cara mengatasi apa yang akan kamu hadapi, Kak. Bukankah kita sudah diberi porsi masing-masing"

"Hmmmmm"

"Gantian kan, hahaha. Mukamu lucu ketika diingatkan seperti itu. Ku peringatkan kamu, kak"

Si Lelaki merubah posisi duduknya dan memasang telinga, "Apa ?"

"Tidak semua bisa menerima cara setiap manusia. Kebanyakan manusia ingin merubahnya sesuai dengan keidealisannya" jelas Si Wanita.

Si Lelaki terdiam.

"Aku tahu, kita keras kepala. Tak banyak yang bisa memahami. Berkata itu tidak perlu tapi jauh di palung hati berharap ada yang mampu" lanjut Si Wanita.

"Bahkan mereka serasa tidak mampu" tanggap Si Lelaki dengan menekan nada pada kata kedua dikalimatnya.

"Mungkin"

"Tanggapanmu seakan menyetujui tapi berisi penuh harap"

Si Wanita terkekeh, kemudian hening.

"Kamu tahu kak ?" Si Wanita membuka suara.

Si Lelaki menoleh.

"Kamu selalu berlebihan" ujar Si Wanita

Kening Si Lelaki mengkerut, "Dalam hal ?"

"Banyak"

"Contohnya"

Si Wanita menghela nafas, "Kenapa kamu harus memikirkan tanaman liar yang tumbuh di tempat lain. Sedangkan di tempat kita banyak tanaman liar yang masih perlu dirapikan"

"Hahaha, sialan"

"Beberapa bukan porsimu, kak"

Si Lelaki tersenyum. Si Wanita turun dari ayunan dan berdiri, kedua tangannya menggenggam botol kakaknya dibelakang badannya. Matanya lekat menatap langi yang mulai gelap. Tak lama ia setengah berbalik menatap kakaknya.

"Aku tahu kekhawatiranmu. Tapi sekali lagi itu bukan porsimu" ujar Si Wanita sambil sepenuhnya berbalik. "Atau mungkin itu belum menjadi porsimu" lanjutmya lagi.

Si Lelaki tersenyum, "Wow, tahun ini, aku sering diceramahi olehmu"

"Hehehe, jangan lupa bayarannya yaa"

"Aku membayarmu untuk menjagaku bukan menceramahiku" tanggap Si Lelaki sambil terkekeh. "Makan ?"

"Boleh. Lalu ini bagaimana ?" Tanya si Wanita menunjukkan benda yang digenggamnya sedari tadi.

"Tolong simpan kulkas"

"Sampai ?"

"Surat ijinnya turun"

"Oke"

"Beli atau bikin ?"

"Bikin sendiri aja. Sedang mood dan sedang hemat"

"Perlu bantuan ?"

"Kamu belum merokok sejak tadi. Jadi jika ingin membantu habiskan dulu satu rokok"

"Wow, perhatian sekali" Si Lelaki menunjukkan raut wajah terkejut yang dibuat buat.

"Dari pada kamu membantuku sambil merokok"

Si Lelaki terbahak mendengarnya.

"Yaudah, cepat selesaikan. Kutunggu didalam. Aku siap siap dulu" ucap Si Wanita kemufian melangkah menuju rumah.

Si Lelaki merogoh rokok dan segera menyelipkan satu dibibirnya. Menyulut api, membakar ujungnya dan mulai menarik-hembuskan asap dari rokok yang sedang dinikmatinya